Jahe (Zingiber officinale)
adalah tumbuhan yang rimpangnya sering digunakan sebagai rempah-rempah dan bahan baku pengobatan tradisional. Rimpangnya berbentuk jemari yang menggembung di ruas-ruas tengah. Rasa dominan pedas yang dirasakan dari jahe disebabkan oleh senyawa keton bernama zingeron.
Jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae (temu-temuan). Nama ilmiah diberikan oleh William Roxburgh.
Asal usul dan penyebaran
Jahe diperkirakan merupakan tumbuhan pribumi Asia Tenggara. Penyebarannya diperkirakan mengikuti migrasi yang dilakukan oleh Suku Bangsa Austronesia pada abad ke-4 SM menyeberangi Kepulauan Melayu dari CIna Tenggara sampai ke Taiwan. Jahe pun menjadi tumbuhan khas wilayah tersebut bersamaan dengan lengkuas, temu putih, dan lempuyang.
Tumbuhan jahe dikategorikan sebagai tumbuhan kultigen dan tidak tersedia lagi dalam bentuk liar di alam. Hal ini disebabkan karena jahe telah kehilangan kemampuannya tumbuh melalui biji seperti kebanyakan jenis rempah-rempah lainnya dan hanya bisa berkembang biak melalui reproduksi vegetatif menggunakan akarnya yang merupakan akibat dari seleksi buatan yang dilakukan manusia Tumbuhan ini telah lama didomestikasi di India dan Tiongkok.
Suku Bangsa Austronesia menggunakan jahe sebagai bahan-bahan masakan dan juga sebagai penghangat tubuh dalam ritual kelahiran yang disebut dengan nama “benkidu”. Ritual ini merupakan ritual penghangatan ibu dan bayi baru saja dilahirkan di dalam sebuah ruangan disebut dengan nama “bilik” dengan paparan api dan pemberian jahe sebagai penghangat selama sebulan atau 41 hari.Bagi penutur bahasa proto oseanik, jahe digunakan di dalam ritual sihir.
Jahe disebarkan oleh Suku Bangsa Austronesia dengan membawanya dalam pelayaran dan menanamnya di setiap taman di pulau-pulau yang mereka kunjungi selama berlayar. Kebiasaan inilah yang menyebabkan jahe tersebar hingga ke Filipina dan Kepulauan Maluku, lalu ke seluruh Indonesia seperti Sumatera, Jawa, Pulau Papua sampai ke Selat Malaka. Penyebarannya terus berlanjut hingga mencapai Eritrea dan Jazirah Arab sebagai pemasok ke wilayah Rumania dan Yunani untuk digunakan oleh para apoteker dan tabib sebagai bahan antidot seperti mithridatic yang secara rutin diminum oleh Mithridates VI dari Pontus.
Jahe mulai dikenalkan ke wilayah Laut Tengah pada Abad ke-1 Era Umum yang dibawa oleh pedagang dan terkenal di Inggris pada Abad ke-11. Selanjutnya, bangsa spanyol membawanya ke Hindia Barat dan Meksiko
Sejarah tertulis
pertama kali ditulis di dalam buku Analek Konfusius yang ditulis oleh Kong Hu Cu pada tahun 557–479 SM dengan mengatakan bahwa dia tidak pernah mengkonsumsi makanan tanpa jahe di dalamnya
Penamaan Jahe
Jahe memiliki nama ilmiah (Zingiber officinale) yang pertama kali dinamai oleh William Roxburgh dalam bukunya Flora Indica yang diterbitkan pada tahun 1832. Kata Zingiber berasal dari Bahasa Yunani “Zingiberi” yang diserap dari kata “Singabera” dari Bahasa Sanskerta yang memiliki makna “tanduk” karena bentuk yang mirip dengan tanduk rusa. Officinale merupakan serapan bahasa latin (officina) yang memiliki makna bahwa tumbuhan digunakan dalam kebutuhan farmasi dan ilmu kesehatan.
Jahe memiliki nama yang beragam di seluruh Indonesia. Daerah yang berada di Pulau Sumatra mengenalnya dengan nama halia (Aceh), beuing (Gayo), bahing (Karo), alia (Melayu), pege (Toba), sipode (Mandailing), lahya (Komering) lahia (Nias), sipodeh (Minangkabau), page (Lubu), dan jahi (Lampung). Nama mungkin berasal dari pulau Jawa karena memiliki kemiripan seperti dalam bahasa Sunda, jae (Jawa), jhai (Madura), dan jae (Kangean). Daerah Indonesia timur seperti Pulau Sulawesi mengenal dengan nama layu (Mongondow), moyuman (Poros), melito (Gorontalo), yuyo (Buol), siwei (Bare’e), goraka (Bare’e Tojo), laia atau leya (Makassar), dan pace (Bugis). Di Maluku, dikenal dengan nama hairalo (Amahai), pusu, seeia, sehi, siwe (Ambon), sehi (Hila), sehil (Nusa Laut), siwew (Buns), garaka atau woraka (Ternate), gora (Tidore), sohi (Banda) dan laian (Aru). Daerah di Pulau Papua menyebutnya dengan nama tali dalam bahasa Kalanapat dan marman dalam bahasa Kapaur. Wilayah Nusa Tenggara dan sekitarnya menyebutnya dengan nama jae atau jahi (Bali), reja (Bima), alia (Sumba), dan lea (Flores). Bahasa dayak di Kalimantan (Dayak) mengenal dengan sebutan lain, sedangkan dalam bahasa banjar disebut tipakan
Botani dan sistematika
Karena jahe hanya bisa bertahan hidup di daerah tropis, penanamannya hanya bisa dilakukan di daerah khatulistiwa seperti Asia Tenggara, Brazil, dan Afrika. Saat ini Ekuador dan Brasil menjadi pemasok terbesar di dunia. Dalam sistematika tumbuhan, tanaman jahe termasuk dalam kingdom Plantae, Subkingdom Tracheobionta, Superdivision: Spermatophyta, Divisi: Magnoliophyta/Pteridophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas: Liliopsida-Monocotyledoneae, Subclase: Zingiberidae, Ordo: Zingiberales, Suku/Famili: Zingiberaceae, Genus: Zingiber P. Mill. Species: Zingiber officinale (Roscoe, 1817) (US National Plant Database 2004). Sinonim nama adalah: Amomum angustifolium Salisb., dan Amomum zingiber L. Ada sekitar 47 genera dan 1.400 jenis tanaman yang termasuk dalam dalam suku Zingiberaceae, yang tersebar di seluruh daerah tropis dan sub tropis. Penyebaran Zingiber terbesar di belahan timur bumi, khususnya Indo Malaya yang merupakan tempat asal sebagian besar genus Zingiber (Lawrence 1951: Purseglove 1972). Di Asia Tenggara ditemukan sekitar 80-90 jenis Zingiber yang diperkirakan berasal dari India, Melayu dan Papua. Namun hingga saat ini, daerah asal tanaman belum diketahui. kemungkinan berasal dari China dan India (Grieve 1931; Vermeulen 1999) namun keragaman genetik yang luas ditemukan di Myanmar (Jatoi et al. 2008) dan India, yang diduga merupakan pusat keragaman (Ravindran et al. 2005).
Jahe memiliki jumlah kromosom 2n=2x=22, tetapi beberapa kultivar diketahui sebagai poliploid (Kubitzki, 1998). Darlington dan Amal (1945) dalam Peter et al. (2007) melaporkan terdapat jenis Z. officinale yang memiliki jumlah kromosom sebanyak 28. Darlington dan Wylie (1955) juga menyatakan bahwa pada terdapat 2 kromosom B. Rachmandran (1969) melakukan analisis sitologi pada 5 spesies Zingiber dan menemukan pada seluruh spesies memiliki jumlah kromosom 2n=22. Ratna Al (1979) mengidentifikasi kariotipe 32 kultivar (Z. officinale) dan menemukan seluruh kultivar memiliki kromosom somatik berjumlah 22 dan ditemukan pula adanya kromosom asimetris (kromosom B) pada seluruh kultivar kecuali kultivar Bangkok dan Jorhat. Beltram dan Kam (1984) dalam Peter et al. (2007) mengobservasi 9 Zingiber spp. dan menemukan bahwa Z. officinale bersifat aneuploid (2n=24), polyploid (2n=66) dan terdapat B kromosom (2n= 22+2B). Tetapi Etikawati dan Setyawan (2000), Z. officinale kultivar putih kecil (emprit), gajah dan merah memiliki jumlah kromosom 2n=32. Eksomtramage et al. (2002) mengamati jumlah kromosom 3 spesies Z. officinale asal Thailand dan menemukan 2n=2x=22. Yulianto (2010) menyatakan jumlah kromosom putih dan merah yakni 2n=24=22+2B. Rachmandran (1969) melakukan analisis sitologi pada 5 spesies Zingiber, selain menemukan jumlah kromosom pada seluruh spesies 2n=22 juga membuktikan adanya struktur pindah silang akibat peristiwa inversi. Observasi pada fase metaphase mitosis menemukan bahwa diploid (2n=2x=22) memiliki panjang kromosom rata-rata 128.02 μm dan lebar 5.82 μm. Rasio lengan kromosom terpanjang dan terpendek adalah 2.06:1, hampir 45,5% kromosom memiliki 2 lengan dan terdapat 2 kromosom yang berbeda (Zhi-min et al. 2006). Adanya variasi pada jumlah kromosom merupakan suatu mekanisme adaptasi dan pembentukan spesies pada tanaman. Hal ini juga menjadi penyebab terjadinya variasi genetik pada . Selain itu ditemukannya struktur pindah silang diduga menjadi penyebab rendahnya fertilitas tepung sari yang menyebabkan pembentukan buah dan biji pada jarang terjadi.
Ciri morfologi
Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100 cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun berbulu halus.
Bunga tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan. Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua.
Pengolahan dan pemasaran
Rimpang jahe, terutama yang dipanen pada umur yang masih muda tidak bertahan lama disimpan di gudang. Untuk itu diperlukan pengolahan secepatnya agar tetap layak dikonsumsi. Untuk mendapatkan rimpang yang berkualitas, jahe dipanen pada umur tidak terlalu muda juga tidak terlalu tua.
Jahe segar
Selain dipasarkan dalam bentuk olahan , juga dipasarkan dalam bentuk segar, yaitu setelah panen, dibersihkan dan dijual kepasaran.
Terdapat beberapa hasil pengolahan yang terdapat di pasaran, yaitu:
- kering
- Awetan
- bubuk
- Minyak
- Oleoresin
Jahe kering
Merupakan potongan jahe yang dikeringkan dengan irisan memotong serat irisan tipis (di tebing). Jenis ini sangat populer di pasar tradisional.
Awetan jahe
Merupakan hasil pengolahan tradisional dari jahe segar. Yang paling sering ditemui di pasaran adalah, ting ting (permen ), acar, asinan, sirup, dan jahe instan. Beberapa jenis olahan jahe ini disukai konsumen dari daerah Asia dan Australia.
Bubuk jahe
Merupakan hasil pengolahan lebih lanjut dari menggunakan teknologi industri, dikeringkan selanjutnya digiling dengan kehalusan butiran bubuk yang ditentukan. Bubuk jahe diperlukan untuk keperluan farmasi, minuman, alkohol dan jamu. Biasanya menggunakan bahan baku kering.
Oleoresin
Adalah hasil pengolahan lebih lanjut dari tepung ,Warnanya coklat dengan kandungan minyak atsiri 15 hingga 35%. Mengandung komponen bioaktif berupa senyawa fenolik yang dapat bertindak sebagai antioksidan, yakni gingerol, shogaol, dan zingeron. Ketiganya berpengaruh dalam pencegahan penyakit degeneratif, seperti kanker dan penyumbatan pembuluh darah
Habitat
tumbuh subur di ketinggian 0 hingga 1500 meter di atas permukaan laut, kecuali jenis gajah di ketinggian 500 hingga 950 meter.
Untuk bisa berproduksi optimal, dibutuhkan curah hujan 2500 hingga 3000 mm per tahun, kelembaban 80% dan tanah lembab dengan PH 5,5 hingga 7,0 dan unsur hara tinggi. Tanah yang digunakan untuk penanaman jahe tidak boleh tergenang.
Varietas
Terdapat tiga jenis jahe yang populer di pasaran, yaitu:
Jahe gajah/jahe badak
Merupakan jahe yang paling disukai di pasaran internasional. Bentuknya besar gemuk dan rasanya tidak terlalu pedas. Daging rimpang berwarna kuning hingga putih.
Jahe kuning
Merupakan jahe yang banyak dipakai sebagai bumbu masakan, terutama untuk konsumsi lokal. Rasa dan aromanya cukup tajam. Ukuran rimpang sedang dengan warna kuning.
Jahe merah
Jahe jenis ini memiliki kandungan minyak atsiri tinggi dan rasa paling pedas, sehingga cocok untuk bahan dasar farmasi dan jamu. Bahkan digunakan pula sebagai pengawet alami di industri pangan karena memiliki aktivitas antibakteri dalam kandungannya terhadap bakteri patogen dan perusak pangan.Ukuran rimpangnya paling kecil dengan kulit warna merah, serat lebih besar dibanding jahe biasa.
Produk jahe
Di masyarakat barat, ginger ale merupakan produk yang digemari. Sementara Jepang dan Tiongkok sangat menyukai asinan .Sirup disenangi masyarakat Tiongkok, Eropa dan Jepang.
Di Indonesia, sekoteng, bandrek, dan wedang merupakan minuman yang digemari karena mampu memberikan rasa hangat di malam hari, terutama di daerah pegunungan
Tinggalkan Balasan