kumis kucing
Orthosiphon aristatus atau dikenal dengan nama kumis kucing termasuk tanaman dari famili Lamiaceae/Labiatae. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman obat asli Indonesia yang mempunyai manfaat dan kegunaan yang cukup banyak dalam menanggulangi berbagai penyakit.
Sejarah
Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah yang tegak. Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan songot koceng (Madura). Tanaman Kumis kucing berasal dari wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia dan Australia
Nama daerah
Kumis kucing adalah sebutan dalam bahasa (Melayu hingga Sumatra). Ada juga, kumis ucing (Sunda), remujung (Jawa), se-sarasehan, atau songot koceng (Madura).
Ciri-ciri
Kumis kucing termasuk terna tegak, pada bagian bawah berakar di bagian buku-bukunya dan tingginya mencapai 2 meter.Batang bersegi empat agak beralur berbulu pendek atau gundul. Helai daun berbentuk bundar atau lonjong, lanset, bundar telur atau belah ketupat yang dimulai dari pangkalnya, ukuran daun panjang 1–10 cm dan lebarnya 7.5mm–1.5 cm. urat daun sepanjang pinggir berbulu tipis atau gundul, dimana kedua permukaan berbintik-bintik karena adanya kelenjar yang jumlahnya sangat banyak, panjang tangkai daun 7–29 cm. Ciri khas tanaman ada pada bagian kelopak bunga berkelenjar, urat dan pangkal berbulu pendek dan jarang sedangkan di bagian yang paling atas gundul. Bunga bibir, mahkota yang bersifat terminal yakni berupa tandan yang keluar dari ujung cabang dengan panjang 7–29 cm, dengan ukuran panjang 13–27mm, di bagian atas ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian menjadi putih, panjang tabung 10–18mm, panjang bibir 4.5–10mm, helai bunga tumpul, bundar. Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.75–2mm. 2.3. gagang berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm.
Distribusi
Distribusi kumis kucing yaitu di:
- asia-Iklim subtropis
- Cina: Cina – Fujian, Guangxi, Hainan, Yunnan
- Asia Timur: Taiwan
- asian-Iklim Tropis
- Indo-Cina: Kamboja; Laos; Myanmar; Thailand; Vietnam
- Malaysia: Indonesia; Malaysia; Papua Nugini; Filipina
- AUSTRALASIA: Australia: Australia – Queensland
Kegunaan secara empiris
Daun Kumis kucing basah maupun kering digunakan sebagai menanggulangi berbagai penyakit, Di Indonesia daun yang kering dipakai (simplisia) sebagai obat yang memperlancar pengeluaran air kemih (diuretik) sedangkan di India untuk mengobati rematik. Masyarakat menggunakan kumis kucing sebagai obat tradisional sebagai upaya penyembuhan batuk encok, masuk angin dan sembelit. Disamping itu daun tanaman ini juga bermanfaat untuk pengobatan radang ginjal, batu ginjal, kencing manis, albuminuria, dan penyakit syphilis., rematik dan menurunkan kadar glukosa darah.Selain bersifat diuretik, kumis kucing juga digunakan sebagai antibakteri
Metabolomik
Penelitian mengenai tumbuhan kumis kucing saat ini salah satunya adalah senyawa inhibitor α-Glukosidase dan antioksidan dari kumis kucing yang dilakukan dengan pendekatan metabolomic berbasis FTIR (fourier transform infrared). Senyawa inhibitor ini dapat mengganggu kerja enzim α-Glukosidase dalam memecah karbohidrat menjadi glukosa pada saluran pencernaan sehingga dapat mencegah meningkatnya kadar gula darah yang merupakan penyebab penyakit diabetes. Selain itu juga tanaman kumis kucing kaya akan senyawa antioksidan sehingga tanaman ini berpotensi pula untuk menurunkan risiko komplikasi diabetes akibat stress oksidatif. Dari sejumlah penelitian teridentifikasi 116 senyawa aktif dari tanaman kumis kucing yang berasal dari kelompok monoterpen, diterpen, triterpen, saponin, flavonoid, minyak atsiri, dan asam organik. Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan FTIR, dan pengujian terhadap kemampuan inhibisi, dan antioksidan didapatkan cukup banyak senyawa yang dapat berperan hanya sebagai inhibitor enzim α-Glukosidase, maupun dapat berfungsi sebagai antioksidan. Hasil dari metode FTIR menangkap adanya senyawa dengan gugus fungsi karbonil, metoksi, hidroksi, dan C-O yang mengindikasikan keberadaan senyawa dari kelompok metoksi flavonoid (sinensetin dan 5,6,7,3’-tetra metoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpene (ortosifol, orthoresin, neo ortosifol, staminal, dan stamino lakton), dan triterpenoid (asam ursolat, asam oleanolat, asam betulinat, asam hidroksi betulinat, asam maslinat). Sementara senyawa yang terbukti sebagai antioksidan yaitu senyawa fenolik (asam rosmarinat), flavonoid (eupatorin, sinensetin, 5-hidroksi-6,7,3’,4’-tetrametoksi flavon, salvigenin, 6-hidroksi-5,7,3’-trimetoksiflavon dan 5,6,7,3’-tetra metoksi-4’-hidroksi-8-C-prenilflavon), diterpene (ortosifol, orthoresin, neoortosifol, staminal, dan stamina lakton), triterpenoid (asam ursolat, asam olenolat, asambetulinat, asam hidrolsibetulinat, asam maslinat, dan amirin)
Agronomi
Dalam skala produksi, kumis kucing dikemas dalam bentuk kering yang sering disebut simplisia. Di Indonesia sendiri budidaya kumis kucing masih dalam skala ekstensif, sehingga produksinya cukup rendah. Data produktivitas kumis kucing tahun 2015 di sukabumi mencatat produksi kumis kucing di sukabumi tidak lebih dari 0,25 ton ha−1. Untuk itu dapat dilakukan Teknik budidaya yang tepat untuk dapat menghasilkan produksi simplisia yang tinggi. Produksi simplisia sangat erat hubungannya dengan pertumbuhan dan pengaturan panen. Pemupukan adalah salah satu bagian dari Teknik budidaya yang penting untuk mendukung pertumbuhan dan produksi simplisia kumis kucing. Salah satunya adalah pengaturan waktu pemupukan dan jenis pupuk. Umumnya digunakan pupuk organik, sebab fungsi dari penumbuhan tanaman untuk obat, namun pupuk organik memiliki kelemahan karena pelepasan hara yang lambat pada pupuk organik. Pemupukan umumnya dilakukan saat awal tanam untuk mendukung pertumbuhan awal tanaman, namun pemupukan selama masa pertumbuhan juga perlu untuk mendapatkan supply hara yang cukup dalam mendukung pertumbuhan berikutnya, terutama karena bagian yang dipanen dari kumis kucing adalah bagian vegetatif. Selain itu juga perlu diperhatikan pengaturan ketinggian panen, agar tanaman dapat mempertahankan kondisinya sehingga produksi pada panen-panen berikutnya tidak terganggu. Hermansyah et al. (2009) menyatakan bahwa pemangkasan pada nilam yang menyisakan sisa cabang satu dan dua pada panen kedua menghasilkan jumlah daun yang lebih banyak pada pertumbuhan berikutnya dibandingkan dengan pemangkasan yang tidak menyisakan cabang. Contohnya pada pemanenan basil India (Ocimum basilicum L.) pada 40 dan 60 hari setelah tanam (HST) menghasilkan total biomassa dua kali panen yang lebih banyak dengan pemangkasan 7,5 cm dan 15 cm dari permukaan tanah dibandingkan pemangkasan 0 cm dari permukaan tanah. Menurut Rista et al. (2017), produksi simplisia daun kumis kucing tertinggi diperoleh dengan memberikan pupuk kandang secara sekaligus sebanyak 10 ton ha−1 saat pindah tanam dan memangkas kumis kucing dengan ketinggian pangkas 30 cm dari permukaan tanah. Perlakuan ini dapat meningkatkan produksi hingga mencapai produksi 3,09 ton ha−1, yang produksinya dilakukan selama 23 minggu setelah penanaman, dengan enam kali pemanenan (produksi dilakukan tiap 4 minggu sekali).
Produksi
Di Jawa Barat, kumis kucing masih menjadi komoditas yang kurang diminati oleh petani untuk bercocok tanam. Hal ini terbukti dengan sangat rendahnya produksi tanaman ini di Jawa Barat yaitu hanya 55 ton daun per tahunnya
Pertumbuhan
Iklim
- 1) Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman ini adalah lebih dari 3.000 mm/tahun.
- 2) Dengan sinar matahari penuh tanpa ternaungi. Naungan akan menurunkan kadar ekstrak daun.
- 3) Keadaan suhu udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah panas sampai sedang.
Media Tanam
- 1) Tanaman ini dapat dengan mudah tumbuh di lahan-lahan pertanian, untuk produksi sebaiknya dipilih tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus/bahan organik dengan tata air dan udara yang baik.
- 2) Tanah Andosol dan Latosol sangat baik untuk budidaya kumis kucing.
Ketinggian
Ketinggian tempat optimum tanaman kumis kucing adalah 500–1200 m dpl.
Hama dan penyakit
Hama
Selama ini tidak ada hama atau penyakit yang benar-benar merusak tanaman kumis kucing. Hama yang sering ditemukan adalah kutu daun dan ulat daun.
Penyakit
Penyakit yang menyerang disebabkan oleh jamur upas (Upsia salmonicolor atau Corticium salmonicolor). Jamur ini menyerang batang atau cabang tanaman yang berkayu. Pengendalian dilakukan dengan perbaikan tata air, meningkatkan kebersihan kebun, memotong bagian yang sakit, pergiliran tanaman dan penyemprotan pestisida selektif.
Gulma
Gulma yang banyak tumbuh di lahan pertanaman kumis kucing cukup bervariasi dan kebanyakan dari jenis gulma kebun seperti rumput teki, lulangan, ageratum, alang-alang, dan rumput-rumput lainnya
Pengendalian hama/penyakit secara organik
Sama seperti pada tanaman obat lainnya, pengendalian hama/penyakit secara organik pada pertanaman kumis kucing lebih diusahakan secara PHT (pengendalian hama secara terpadu). Termasuk di dalamnya sistem bercocok tanam secara tumpang sari akan dapat menghambat serangan hama/penyakit. Untuk pengendalian gulma sebaiknya dilakukan secara manual dengan cara penyiangan seperti telah dijelaskan di atas. Namun, apabila diperlukan dapat diterapkan penyemprotan dengan insektisida maupun pestisida nabati. Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain yaitu sebagai berikut.
- Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
- Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat saraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
- Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
- Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
- Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
- Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus
Tinggalkan Balasan